Oleh Julianto Siaril
Yohannes 20: 29 :
Kata Yesus kepada Thomas:
” karena melihat Aku engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya”.
Satu kali saya menghadiri persekutuan doa yang diselenggarakan seorang teman di hall serba guna gedung perkantoran tempat kami bekerja. Khotbah dibawakan oleh seorang pendeta dengan sangat baik, sangat lucu dan menyegarkan. Saya terhibur dan senang karena ternyata tidak membosankan, tidak seperti imajinasi saya. Syarat harus lucu dan tidak membosankan adalah menu yang saya minta kepada teman saya, jika mau mengajak saya hadir dalam setiap pertemuan pertemuan selanjutnya. Kalau mau mencari hiburan dan senang senang terhibur, silahkan nonton Srimulat, itulah tanggapan dari teman saya waktu itu. Jaman itu Srimulat sangat populer banyak ditonton orang di televisi. Tapi sekarang siapa yg tahu Srimulat? Itulah kesenangan duniawi, kesenangan sementara yg tidak kekal.
Kita sering terjebak dan digerakkan dengan nilai nilai jasmani yang kita anut, yang sifatnya tidak kekal dan sementara, dalam kehidupan menggereja dan pertumbuhan iman kita. Dan karena ini nilai nilai yang kita anut, kita percaya habis dan pegang prinsip itu, sebagai nilai kebenaran kita. Terjebak dengan nilai duniawi yg mudah dicerna tetapi tidak kekal dan mudah berubah. Nilai nilai seperti lucu, menarik, enak, pintar , berkesan, semuanya itu ukuran ukuran yang kita terapkan, kita tuntut harus ada. Baru kita bilang bagus, sukses, merasa terharu, terhibur, senang dan sukacita. Kalo itu tidak ada, kita menjadi kecewa, marah, malas dan bosan. Ujung dari semuanya ini, kita mudah menyalahkan, mengambil kesimpulan dan menghakimi.
Bukankah Harus nya kehadiran kita adalah untuk mencari dan dekat dengan Dia, membuka diri sepenuhnya untuk berelasi dengan Tuhan Yesus, sehingga timbul kepekaan akan cinta kasih, pengampunan, pengorbanan, kerendahan hati dan penyangkalan diri. Tapi yang terjadi kita mencari kesenangan dari situ, bukan mencari Tuhan.
Ada memang orang yang beralasan kita perlu sarana sarana untuk memudahkan proses relasi itu. Kalau membosankan bagaimana bisa meresapi. Awal berelasi dengan Tuhan memang butuh sarana yang kita sukai, agar jalannya lebih mudah.
Tetapi pada akhirnya relasi kita dengan Tuhan akan tergantung kita sendiri. Pastur, pendeta, teman, pelbagai sarana sarana, semuanya itu adalah perantara saja dalam kita berproses membina relasi dengan Tuhan.
Ada ruang yang tercipta buat Allah ku dan aku, ketika pertunjukan usai dan semua yang lain bubar. Ruangan inilah yang harus kita isi. Dan itu hanya bisa terjadi kalau kita sungguh sungguh membuka diri.
Tetapi kalau kita terus mencari dan mencari sarana tidak ada habis habis nya, itu hanya menunjukkan kita gagal dalam proses membangun relasi mendalam dengan Allah kita.
Ketika relasi mendalam terbentuk, kita tidak butuh pelbagai sarana yang mengenakkan lagi, karena tidak ada lagi fantasi apapun yang dapat menandingi relasi itu sendiri. Iman adalah percaya yang tidak melihat , tidak mendengar,tetapi merasakan.
Comments are closed